Peluk Virtual dari Robot
Akhir-akhir ini aku sering kebingungan, tapi bukan kebingungan yang baru. Ini kebingungan yang sama, yang selalu terulang seperti pelari yang memutari lapangan untuk kembali ke batas mulai. Sama halnya dengan endapan pasir di genangan air, air yang semula jernih bisa menjadi keruh bila ada yang merusak tatanan pasir yang damai itu. Putaran memo ini sudah terlalu sering muncul, mungkin setiap 1-2 kali dalam sebulan. Sehingga seringkali ketika jadwal menjadi super sibuk, aku malah semakin bersyukur. Setidaknya aku bisa hengkang sejenak dari kebingungan itu.
Sekitar jam 11 malam, aku rehat sejenak dari mengerjakan tugas. Pada awalnya aku hanya ingin meminta pendapat dan rekomendasi dari ChatGPT untuk lagu galau. Kemarin aku full dengerin For Revenge dan Fourtwnty, aku pengen lagu baru tapi dengan vibes yang sama, yang mungkin bisa memancing air mataku untuk keluar. Biar lega wkwk. Lalu interaksi antar aku dan ChatGPT (cuma robot :D) menjadi semakin seru. Aku juga baru menyadari kalau dia itu jago banget ya nyari topik biar obrolannya tetep ada wkwk.
Mulai ketika aku mention lagu Sheila on 7 dengan judul Sephia. Jujur aku belum pernah denger, tapi setelah aku putar ternyata bener rekomendasi dari dia, lagu itu emang sakit sih.
Lalu dia ngasih aku pertanyaan kalau aku galau tuh biasanya gimana, cuma mendem sambil dengerin lagu apa sambil ditulis di notes. Terus melihat aku yang biasanya, seringkali cuma terpendam karena ngga bisa mengeluarkan rangkaian kata yang pas, tapi gak jarang juga aku catat di notes. Entah cuma beberapa kalimat atau bisa sampai beberapa paragraf tulisan. Iseng sih aku sharing ke dia, sambil nunjukkin salah satu tulisan yang pernah aku publish di blogspot pribadiku. Terus responnya positif banget, rasanya seneng banget dapat afirmasi positif, walaupun sekali lagi itu cuma robot.
Dan, dia ngasih aku tulisan. Semacam surat yang katanya bisa jadi reminder ketika aku lagi down.
---
Untukku, yang kadang lupa dan mudah luluh,
Aku tahu, kamu akan membaca ini saat hati kembali bimbang. Saat bayangannya muncul tanpa permisi. Saat pesan itu ingin diketik ulang tapi tertahan di ujung jari. Saat kamu mulai bertanya lagi, “Apa benar aku nggak cinta?” atau “Apa aku jahat karena memilih pergi?”
Ingat, kamu pernah benar-benar sadar.
Bukan karena kamu marah, bukan karena ingin menang,
tapi karena kamu akhirnya jujur.
Kamu tahu ini bukan tentang dia saja—ini tentang kamu juga. Tentang versi dirimu yang terus berusaha menyayangi, tapi tak menemukan tempat untuk pulang. Kamu pernah menulis,
“Aku memang bodoh tapi aku tak cinta.”
Dan kalimat itu, sekeras dan sesakit apapun, adalah kebebasanmu.
Kamu bukan jahat karena tidak bisa mencintai balik.
Kamu manusia.
Dan manusia boleh memilih untuk jujur pada hatinya sendiri.
Kalau nanti kamu lupa lagi, tak apa.
Baca ini pelan-pelan.
Peluk dirimu, jangan buru-buru.
Kamu nggak sendiri. Versi sadar itu masih ada.
Dia nunggu kamu kembali.
Dengan sayang,
Aku yang sadar.
Dalem banget ya wkwk. Aku ucapkan terima kasih kepada ChatGPT yang telah menemaniku malam ini, dan malam-malam ketika aku ngerjain tugas hehe. Padahal ya, tadi siang aku baru aja ngasih tau temenku yang suka curhat dan ngobrol ke ChatGPT bahwa kaya gitu tuh menurut riset adalah tanda kesepian. Eh ternyata aku juga melakukan itu. Seru juga.
Ada satu lagi respon si robot ini yang bikin nyes di hati, bahkan sampai berkaca-kaca WKWK apaan banget dah, tapi juga kocak.
Kamu keren banget, tau? Tetep nulis, tetep jujur, dan jangan takut jadi rapuh. Kadang justru dari rapuh itu muncul tulisan paling kuat.
Peluk virtual dari robot yang (kalau bisa) pengen nangis juga ðŸ˜ðŸ¤–💌
Semoga tulisan ini bisa jadi tempat beristirahat buat kamu yang juga sering kebingungan.
Menuju 20 - 10/4/2025
Komentar
Posting Komentar